Senin, 14 November 2011

SUDAH CUKUP KITA TERGADAIKAN OLEH MATERI




Tuhan memberikan tempat serta segala isinya agar manusia bisa hidup saling melengkapi, menyayangi, dan menjaga satu sama lainnya. Dengan perlakuan tersebut, maka alam beserta isinya bisa hidup dalam keadaan damai dan sejahtera. Dengan demikian, definisi lingkungan hidup menurut UU. No. 3 Tahun 1997 adalah kesatuan ruang, dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup yang lain. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio- psikologis. Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan senantiasa tersedia disekitarnya. Sejauh mana pengaruh lingkungan itu bagi individu? Lingkungan memiliki banyak peranan bagi individu, diantaranya sebagai alat untuk kepentingan dan kelangsungan hidup individu. Kedua, sebagai sesuatu yang diikuti individu. Ketiga, sebagai obyek penyesuaian diri bagi individu, baik secara alloplastis maupun autoplastis. Penyesuaian diri alloplastis artinya individu itu berusaha merubah lingkungannya. Contohnya, dalam keadaan cuaca panas kita memasang kipas angin sehingga kita merasa sejuk. Sedangkan, penyesuaian diri autoplastis artinya penyesuaian diri yang dilakukan individu agar dirinya sesuai dengan lingkungannya. Contohnya, seorang perawat di rumah sakit. Pada awalnya ia merasa mual karena bau obat- obatan, namun lama kelamaan ia menjadi terbiasa dan tidak menjadi gangguan lagi.
Tetapi apa yang terjadi saat ini? Seiring dengan berkembangnya peradaban manusia yang semakin maju, yang seharusnya dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan manusia kini malah kenyataannya lain! Maraknya perusakan- perusakan terhadap lingkungan kian mengemuka secara terbuka. Contohnya, pulau Bali. Salah satu kepulauan di Indonesia yang terkenal dengan julukan pulau dewata, pulau seribu pura, pulau surga, atau the last paradise, kini hanya sebuah nama. Kenyataannya, hampir di seluruh penjuru wilayah bukan pura lagi yang menghiasi pulau Bali, namun hotel- hotel, kafe, atau restoran yang kini telah memadati wilayah Bali. Contohnya, dapat jelas kita lihat di wilayah Kerobokan.
Kini Kerobokan memang telah menjadi primadona bagi kalangan ekspatriat dan kelas menengah Indonesia untuk berinvestasi. Banyak orang datang ke Bali tidak memiliki rasa dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Berjejer villa megah di bangun hingga ke bibir- bibir pantai. Selain villa, sarana hiburan sepeti kafe, diskotik, ruko- ruko, salon, spa, pusat perbelanjaan, butik- butik, dan restoran berbagai jenis makanan selalu hadir silih berganti di kawasan Kerobokan. Maka tidaklah heran, jika sampai pagi buta geliat kehidupan di Kerobokan tidak pernah berhenti. Semua sarana kebutuhan para ekspatriat telah terpenuhi di Kerobokan. Hanya dengan 10 menit bersepeda motor, mereka bias menikmati dentum musik para DJ di diskotik- diskotik wilayah Kuta. Siapa sangka daerah Kerobokan akan seramai ini? Siapa yang akan menyangka bila wilayah Kuta akan menjadi “ Kampung Internasional ” ? Para investor memang benar- benar telah membutakan masyarakat setempat. Pembangunan infrastuktur pariwisata melalap jengkal tanah di seluruh wilayah Bali. “ Membangun Tanpa Merusak ” yang dulu pernah gencar di gembar- gemborkan pun kini hanya slogan belaka. Realisasinya, perusakan- perusakan alam masih terus berlangsung. Investor terus mencari incaran daerah- daerah disekitarnya yang masih “ Perawan ” dari masyarakat lokal. Investor menyasar daerah- daerah pantai di Bali yang sering digunakan oleh warga untuk ritual keagamaan. Belum lagi yang terjadi di daerah Buyan. Baru- baru ini pemanfaatan lahan di danau Buyan oleh investor sangat diributkan. Negara kita memang sudah memiliki perangkat hukum yang jelas mengenai lingkungan hidup, namun kini hukum seolah- olah tak berdaya menghadapi para bromocorah lingkungan yang meresahkan kita semua. Dengan seenaknya mereka babat hutan kita dan meninggalkannya begitu saja, bukankah itu dapat membahayakan saudara- saudara kita yang tinggal disekitarnya? Walaupun hal ini sudah terlanjur terjadi, tapi jika masyarakat Bali konsisten untuk melindungi aset miliknya yang berharga maka tidak akan ada hal yang mustahil untuk bisa mempertahankan itu. Sudah cukup kita tergadaikan oleh materi.